Pengaruh Kehidupan Keluarga Dalam Pembinaan Nilai Moral
Kehidupan modern sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menghasilkan berbagai perubahan, pilihan dan kesempatan, tetapi mengandung berbagai risiko akibat dari kompleksitas kehidupan yang di timbulkannya. Salah satu kesulitan yang ditimbulkannya adalah munculnya "nilai-nilai modern" yang tidak jelas dan membingungkan anak (Individu).
Keluarga merupakan kelompok kecil dalam bermasyarakat, bisa terpengaruh oleh tuntutan kamajuan yang terjadi, namun disamping itu masih banyak yang meyakini bahwa nilai moral itu hidup dan dibangun dari lingkungan keluarga ini. Dari hari ke hari, dalam kehidupan keluarga terjadi perubahan-perubahan yang dramatis, walaupun tidak sampai termasuk dalam kategori yang menakutkan.
Hasil penelitian yang dilakukan Louis Rath mengatakan bahwa dua dari ibu, bekerja di luar rumah, estimasi yang terakhir menyebutkan bahwa dua dari lima ibu merupakan broken home (dalam konteks ini dimaksudkan salah satu di antara orang tua tersebut meninggal, bercerai, pisah atau salah satu di antara mereka dipenjara)., Pada keluarga yang broken home sering terjadi penurunan intensitas hubungan antara anak dengan orang tua mereka. Dalam kondisi seperti inilah seorang anak akan sulit dalam membangun nilai-nilai moral secara jelas.
Karakter dari pekerjaan orang tua dan hubungannya dengan keluarga telah terjadi perubahan yang dahsyat. Banyak fakta yang menunjukkan anak tidak tahu apa yang di kerjakan oleh orang tua mereka dalam memperoleh penghasilan, bahkan anak jarang melihat pekerjaan yang digeluti orang tuanya di luar rumah, sehingga seorang anak tidak mendapat informasi yang cukup tentang hakikat suatu karier baik yang menyangkut permasalahan ataupun yang menyangkut keberhasilannya. Dengan kata lain problematika utama bagi kehidupan orang tua yang bekerja terletak pada tingkat komunikasi dengan anak-anaknya.
Persoalan lain yang timbul dalam keluarga adalah terjadinya migrasi atau perpindahan tempat tinggal. Hal ini kadang disebabkan oleh tuntutan kerja atau memenuhi kebutuhan lain. Dampak dari migrasi tersebut dapat menggoyahkan stabilitas kehidupan anak-anak. Pola-pola hubungan sering kali menjadi rusak, terjadi perubahan lingkungan baru seperti di sekolah ada murid baru dan guru baru, sehingga menimbulkan keharusan bagi seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan komunitasnya yang baru tersebut. Anak harus mengenal tetangganya yang baru, teman yang baru bahkan sampai mengenal penganut (agama) kepercayaan yang baru, dan mungkin pula pola-pola kehidupan baru yang berbeda. Mobilitas demografis yang sangat tinggi ini merupakan suatu hal yang unik, di satu sisi merupakan bagian dari harapan baru bagi keluarga, dan disisi lain bagi anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang, tuntutan itu akan menghabiskan waktu dan energi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sarat dengan nilai.
Ada benarnya juga pernyataan yang mengungkapkan bahwa keluarga saat ini merupakan pelarian dari dunia nyata. Bapak, ibu, dan anak-anak pulang ke rumah untuk bersembunyi dari berbagai tekanan kehidupan yang terjadi di luar rumah. Orang tualah yang sering meninggalkan rumah selama berjam-jam setiap harinya. Mereka pergi lebih awal, sehingga tidak bisa melakukan komunikasi yang cerdas dan bijak (intelegen) dengan anak-anaknya. Mereka kembali kerumah sudah larut malam, tidak hanya kembali dari pekerjaan kadang juga dari perjalanan jauh yang melelahkan. Orang tua berharap rumah sebagai tempat perlindungan yang tenang, sehingga di saat mereka pulang anak-anaknya sudah beristirahat.
Banyak kegelisahan dan kegetiran generasi pertengahan abad yang akan datang yang nyata-nyata karena ketidakcakapan untuk menyampaikan nilai pada remaja. Kejadian ini lebih banyak terjadi pada pendidikan moral melebihi transmisi nilai dari suatu generasi ke generasi berikutnya, proses kejadiannya diperhambat oleh lemahnya struktur keluarga. Di lingkungan rumah, ketika bapak bahkan ibu juga sebagian besar hidupnya untuk bekerja setiap hari dan keluarga hanya menyatu ketika membagikan makanan, maka kesempatan untuk memengaruhi sikap moral atau berpikir anaknya tentu akan berkurang. Ketika keluarga bersatu, di sana akan menjadi ajang kesepakatan rasa yang baik terhadap keraguan sudut pandang nilai dan moral.
Persoalan merosotnya intensitas interaksi dalam keluarga, serta terputusnya komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan anak, mengakibatkan merosotnya fungsi keluarga dalam pembinaan nilai moral anak. Keluarga bisa jadi tidak lagi menjad tempat untuk memperjelas nilai yang harus dipegang bahkan sebaliknya menambah kebingungan nilai bagi anak. Dalam posisi seperti inilah institusi pendidikan perlu memfasilitasi peserta didik untuk melakukan klarifikasi nilai.